Ironi mewarnai hari-hari setelah gempa mengguncang Seoul, meratakan bangunan-bangunan menjadi puing. Di tengah kehancuran, sorotan semua mata tertuju pada Apartemen Hwang Goong, yang tak tergoyahkan oleh malapetaka. Bangunan yang dulunya diabaikan kini menjadi simbol harapan dan tempat perlindungan.
Tidak ada yang istimewa dalam kehidupan Min-sung (diperankan oleh Park Seo-joon) dan Myung-hwa (diperankan oleh Park Bo-young). Keduanya tinggal di Apartemen Hwang Goong, sebuah kompleks perumahan sederhana di Seoul. Min-sung bekerja sebagai PNS sementara Myung-hwa adalah seorang perawat.
Namun, semua berubah dalam sekejap ketika gempa dahsyat melanda. Apartemen tempat mereka tinggal menjadi satu-satunya struktur yang masih tegak berdiri. Para korban yang kehilangan tempat tinggal mulai datang, mencari perlindungan di Apartemen Hwang Goong. Kedatangan mereka awalnya disambut dengan hangat, bahkan Geum-ae (diperankan oleh Kim Sun-young), menantu pemilik apartemen, turut membantu mereka.
Young-tak (diperankan oleh Lee Byung-hun), seorang yang teguh, diangkat menjadi pemimpin komunitas apartemen. Era “normal baru” dimulai, meskipun penuh dengan penyesuaian. Tetapi, lonjakan jumlah penduduk baru, terutama saat musim dingin tiba dan persediaan semakin menipis, mengubah Young-tak.
Dengan tegas, ia mulai mengusir “penghuni baru” di Apartemen Hwang Goong yang dianggapnya tidak berguna. Dalam situasi tersebut, Young-tak meminta bantuan Min-sung untuk membantu mengatur komunitas dalam menangani pendatang. Perselisihan timbul, termasuk di antara Min-sung dan istrinya.
Myung-hwa bersikeras untuk memberikan bantuan kepada para korban baru sebagai tindakan kemanusiaan. Di sisi lain, suaminya berpandangan bahwa semua “penghuni asli” Apartemen Hwang Goong harus mengikuti perintah Young-tak.
Semakin kuatnya Young-tak dan rasa empati yang sama dengan para penghuni asli membuatnya berubah menjadi sosok yang menakutkan. Dari seorang pemimpin, dia berubah menjadi penjahat yang kejam. Perkembangan karakter utama yang kompleks serta perpaduan konflik yang intens dan komedi yang pas menjadikan pengalaman menonton Concrete Utopia selama 130 menit tidak terasa membosankan.
Sutradara Uhm Tae-hwa dan tim penulis dengan cerdas mengambil sudut pandang yang unik. Meskipun visualisasi bencana dalam film ini mungkin tidak seepik film-film bencana lainnya, pendekatan untuk menggambarkan bencana dari sudut pandang karakter layak diacungi jempol. Bencana di sini tidak hanya mengubah nasib, tetapi juga mendefinisikan karakter-karakter di dalamnya.
Ketiga pemeran utama – Lee Byung-hun, Park Seo-joon, dan Park Bo-young – sepakat bahwa meskipun karakter-karakter yang mereka perankan tergolong sederhana, film ini, yang merupakan perwakilan Korea di kategori Film Internasional Terbaik Oscar 2024, menghadirkan konflik yang mendalam.
Byung-hun menganggap bahwa karakter Young-tak di Apartemen Hwang Goong mewakili pria sebaya dengannya: penuh kecemasan, depresi, dan perasaan putus asa. “Namun, dia tiba-tiba ditempatkan dalam posisi kekuasaan yang tinggi setelah gempa bumi. Perubahan itu sangat dramatis,” lanjutnya.
Tetapi Byung-hun khawatir bahwa ia mungkin tidak bisa menghantarkan emosi yang intens dengan tepat, sehingga bisa membuat penonton salah mengartikan karakternya. Sementara itu, Seo-joon mengatakan bahwa karakter Min-sung yang ia perankan mengingatkannya pada ayahnya. Ayahnya adalah sosok yang penuh kasih sayang.
“Seperti Min-sung, ayah saya selalu menempatkan keluarga di atas segalanya. Saya mengambil inspirasi dari ayah saya dalam hal tanggung jawab dan perlindungan keluarga,” tambah Seo-joon.
Sementara itu, Bo-young lebih memilih untuk mendalami perannya dengan memperhatikan interaksi karakternya dengan yang lain. “Myung-hwa mungkin sangat rasional, tetapi dia juga bisa memberi dukungan kepada orang lain. Dalam perspektif itu, saya rasa tidak ada karakter jahat dalam cerita ini,” ujarnya.
Ketiganya sepakat bahwa Concrete Utopia adalah sebuah kisah yang sangat manusiawi, meskipun diperkaya dengan elemen bencana yang hampir tak terbayangkan. Penonton diajak untuk merasakan dilema moral yang kompleks. “Film ini menggambarkan bagaimana seseorang bisa melampaui akal sehat demi kepentingan pribadi. Pertanyaannya adalah, apa yang akan kita lakukan jika berada dalam situasi yang sama?” tegas Byung-hun.