Kerusuhan Poso : Konflik Rasial, Agama Dan Terorisme

Konflik Poso yang berlokasi di Provinsi Sulawesi Tengah sendiri mulai setelah Reformasi 1998 dimana ada clash alias ribut antara penduduk setempat dengan penduduk pendatang .Dimana penduduk pendatang yang mayoritas beragama Islam berasal dari suku Bugis ,Jawa Lombok dan Gorontalo lebih berhasil daripada penduduk setempat yang mayoritas beragama Kristen dan berasal dari suku Pamona, Mori serta pendatang dari Manado, Toraja dan Nusa Tenggara Timur membuat semakin besar gap antara penduduk pendatang dengan penduduk setempat .

Permasalahan politik juga memperburuk kondisi dimana pada sebelum reformasi terjadi powersharing alias pergiliran kekuasaan Bupati antara Umat Kristen dan Umat Islam , akan tetapi setelah Reformasi dan Demokratisasi di Indonesia maka sistem powersharing tidak lagi berlaku , Yang berlaku adalah sistem kelompok yang memiliki massa yang lebih banyak maka dia yang berkuasa dengan alasan demokrasi .

Pada Pilkada Bupati Poso tahun 1999 dimenangkan Abdul Muin Pusadan yang beragama Islam , dikarenakan elit Islam yang berkuasa maka elit Kristen sendiri menuntut agar Sekwilda nya bisa dari kalangan umat Kristen . Namun yang diangkat Abdul Muin Pusadan sebagai Sekwilda Poso ternyata seorang Muslim juga . Hal ini yang menyebabkan elit politik Kristen yang kecewa karena tidak mendapat jatah kue kekuasaan . Elit Kristen merasa bahwa Pilkada ini hanya mewakili suara Umat Islam saja dan dianggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap Umat Kristen sedangkan Elit Islam sendiri merasa bahwa ini sudah sesuai dengan aspirasi masyarakat .

Awal konflik

Konflik terbuka di Poso sendiri pertama kali terjadi pada 24 Desember 1998, yang diawali dengan pertikaian antara pemuda yang berbeda agama . Peristiwa ini menimbulkan sentimen yang cukup besar bagi Umat Islam dan Kristen dikarenakan bertepatan dengan Bulan Puasa dan Perayaan Natal ditambah lagi dengan panasnya Pilkada Poso tahun 1999 .

Beberapa oknum elit politik lokal dijadikan alat untuk menghimpun dan memobilisasi massa berdasarkan agama untuk mendukung kepentingan politiknya dalam persaingan . Dan hal ini mengerucut menjadi persaingan antara umat Islam vs umat Kristen disana .

Umat Islam sendiri merasa ini adalah sebuah Jihad makanya disitu ada kelompok ekstrim seperti Laskar Jihad yang dipimpin Jafar Umar Thaleb dan Jamaah Islamiyah (JI) pimpinan Abu Bakar Baasyir yang punya murid namanya Santoso dan membentuk kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) , dan disatu sisi bagi Umat Kristen sendiri merasa ini adalah sebuah Perang Salib dan disitu ada kelompok ekstrim seperti Brigade Manguni ,Laskar Kristus serta Pasukan Macan , dan ada tiga pentolan yang terkenal saat itu yaitu Fabianus Tibo , Dominggus da Silva dan Marinus Riwu karena mereka bertiga dianggap kerusuhan Poso saat itu .

Konflik Poso

Melalui Isu Agama cukup memperkeruh dikarenakan isu ini melebar menjadi isu Nasional yang mana sudah membuat suasana konflik menjadi sangat rumit dan kompleks karena ikutcampurnya pihak luar yang ikut memperkeruh suasana Poso melalui sumbangan dana, persenjataan dan bantuan milisi untuk berperang dalam konflik, sehingga fenomena kekerasaan pada konflik jilid ketiga ini berbeda dengan dua jilid konflik yang terjadi sebelumnya . Yang mana sebelumnya hanya menggunakan senjata tajam seperti seperti panah, pisau, parang, papporo dan senjata rakitan lainnya, namun pada konflik kali ini meluas menggunakan senjata api dan bom .

Jafar Umar Thalib (sebelah kiri) selaku Panglima Laskar Jihad (meninggal 26 Agustus 2019) , Abu Bakar Baasyir (tengah) selaku Amir Jamaah Islamiyah walau dia sendiri membantah nya dan dijatuhi pidana seumur hidup atas terorisme, Santoso (kanan) yang merupakan murid Abu Bakar Baasyir dan memimpin Mujahidin Indonesia Timur di Poso dan terbunuh pada Operasi Tinombala gabungan TNI Polri pada 18 Juli 2016 .

Fabianus Tibo (kiri), Dominggus da Silva (tengah), dan Marinus Riwu (kanan) , ketiga orang ini dianggap oleh Pemerintah saat itu sebagai dalang kerusuhan Poso dan dijatuhi vonis hukuman mati dan dieksekusi pada 22 September 2006 . Keputusan eksekusi mati ini sendiri cukup kontroversial , Presiden SBY saat itu sempat disurati oleh Paus Benediktus XVI dari Vatikan dan juga dari 5 tokoh agama terkemuka, yaitu KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Julius Kardinal Darmaatmadja, Pendeta Andreas A. Yewangoe, Bhikku Dharmawimala, dan Ws. Budi S. Tanuwibowo untuk menangguhkan vonis mati dengan alasan kemanusiaan dan mencegah konflik yang meluas .

Akhir dari Konflik

Akhirnya pada saat itu Pendeta A. Tobondo berinisiatif untuk menghubungi Menteri Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan (Susilo Bambang Yudhoyono), Menteri Koordinasi Kesejahteraan Masyarakat (Jusuf Kalla) dan Menteri Pertahanan (Abdul Jalil) agar bisa mengupayakan solusi damai untuk Poso .

Langkah itu inisiatif pendeta A. Tobondo yang kemudian dieksekusi Jusuf Kalla yang kala itu menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Masyarakat . Jusuf Kalla sendiri pada saat itu ditunjuk sebagai mediator damai di Poso karena selain tokoh dari Sulawesi juga mempunyai jaringan yang luas dan kuat di Sulawesi. Pemerintah Pusat pada saat itu menjadi mediator konflik . Dan pada akhirnya pada tanggal 20 Desember 2001 keluar lah sebuah Deklarasi Malino I yang mana menjadi tonggak perdamaian di Poso dan mengakhiri konflik yang terjadi .

Perdamaian Malino pada 20 Desember 2001 yang dimediasi Menko Kesra , Jusuf Kalla dan tanda perdamaian antara Pihak Kristen yang diwakili Pdt.R.Damanik dengan Pihak Islam yang diwakili H.Syofian Farid Lembah Peranan dari Masyarakat ,Tokoh Adat dan Tokoh Agama sendiri cukup signifikan dalam penanganan konflik tersebut .

Tokoh Adat dan Agama sendiri cukup berhasil untuk mengurangi tensi dikalangan antar umat beragama saat itu . Sebagai contoh di Desa Tangkura melalui peran tokoh agama dan elit sosial isu agama berhasil dikelola dengan baik sehingga tidak ada satupun warga yang meninggal dalam konflik tersebut , isu sosial dan keagamaan berhasil dijaga dengan baik .

Pak JK yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinasi Kesejahteraan Masyarakat. Peran Pak JK sendiri pada juga signifikan karena melalui beliau sebagai mediator untuk menyelesaikan konflik poso dan keluarnya Deklarasai Malino I .

Semoga Indonesia tetap tentram akur damai adil dan sentosa , Marilah kita semua merawat Kebhinekaan yang sudah diperjuangkan sejak lama , Marilah kita semua saling menghormati perbedaan diantara kita . Karena kita Satu Indonesia