Vilma Reed mendapati dirinya dalam situasi yang mengerikan ketika Lahaina terkepung oleh si jago merah. Api melahap segala yang ada di dekatnya, mengancam rumahnya hanya dalam beberapa meter jarak.
Berbeda dengan banyak orang yang berhasil menghindar dari kobaran api yang memakan nyawa 80 orang di Pulau Maui, Hawaii, Vilma tidak menerima peringatan resmi apa pun, tanpa instruksi untuk mengungsi.
“Saya baru tahu saat api sudah berada di seberang jalan kami,” ungkap Vilma, sambil berdiri di tempat parkir pusat evakuasi.
Dia berbagi pengalamannya, “Saya berlari menghadapi lidah-lidah api untuk menyelamatkan keluarga saya.”
Penyebab kebakaran yang mengerikan ini masih misteri pada Sabtu (13/8). Para peneliti sedang mencari tahu apa yang memicu kobaran tersebut. Namun, para ahli menemukan bahwa ada faktor-faktor tertentu yang membuat api menjalar dengan begitu cepat.
Pertumbuhan tumbuhan mudah terbakar yang tidak berasal dari daerah tersebut, topografi vulkanik yang menciptakan angin kering di lereng, musim dingin yang luar biasa kering, dan badai topan yang melanda ratusan kilometer di sebelah barat daya adalah faktor-faktor krusial.
Hawaii telah berulang kali menghadapi bencana alam. Gempa bumi, gunung berapi aktif, tsunami, dan badai tropis adalah ancaman yang sering menghantui. Meskipun begitu, kurangnya peringatan dan informasi dari otoritas saat kebakaran terjadi telah mengejutkan banyak orang.
“Kami meremehkan potensi bahaya dan kecepatan api,” komentar anggota kongres Hawaii, Jill Tokuda, kepada CNN.
“Badai topan bukanlah hal yang jarang terjadi di Hawaii, begitu juga dengan semak kering dan kondisi berbahaya. Kita seharusnya belajar dari pengalaman kita dengan Topan Lane pada tahun 2018, bahwa angin badai dapat mempercepat penyebaran kebakaran semak di lereng selatan,” tambah Tokuda.
Kebakaran itu memutus pasokan listrik, dan warga Lahaina melaporkan bahwa sinyal seluler mereka putus. Komunikasi darurat yang biasanya digunakan untuk memberi tahu warga tentang bahaya juga lumpuh.
Warga juga kesulitan mengakses informasi dari televisi dan radio, yang pada umumnya menyampaikan peringatan resmi. Ini semua terjadi akibat pemadaman listrik.
Namun, sistem sirene peringatan luar ruangan, yang seharusnya memberi tahu penduduk tentang bahaya, tidak berbunyi. Administrasi Layanan Darurat Hawaii (Hawaii Emergency Services Administration/HI-EMA) mengakui bahwa pada Jumat (11/8) sirene tersebut tidak diaktifkan di Pulau Maui saat kebakaran hutan melanda.
Gubernur Hawaii, Josh Green, mengatakan bahwa “masih terlalu dini bagi saya untuk membuat kesimpulan” apakah absennya sirene adalah akibat kegagalan teknis atau keputusan disengaja dari operator.
Pada Jumat, Jaksa Agung Hawaii, Anne Lopez, mengumumkan penyelidikan tentang urutan kejadian dalam kebakaran ini, termasuk “keputusan penting” yang diambil saat api menjalar.
Sementara itu, Kamuela Kawaakoa merasa bahwa kota ini dibiarkan terlantar dalam menghadapi bencana.
“Tidak ada peringatan darurat. Sistem peringatan tidak berfungsi sama sekali, tidak ada tanda-tanda, jadi beberapa orang bahkan tidak tahu tentang kebakaran sampai sudah terlambat,” ujar Kamuela, yang sekarang tinggal dalam tenda.
Ia berpendapat bahwa meskipun tanpa sinyal seluler dan listrik, harus ada cara lain untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang situasi darurat yang sedang berlangsung.