Banyak tradisi dalam masyarakat yang dilakukan berdasarkan solidaritas sosial, salah satunya adalah tradisi brandu. Namun, ketika tradisi ini terjadi dalam konteks serangan bakteri antraks, ia berbalik menjadi sumber masalah dan menimbulkan korban jiwa.
Brandu adalah sebuah tradisi yang dikenal khususnya di kawasan Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam tradisi ini, warga di satu desa akan mengumpulkan uang dalam jumlah tertentu ketika salah satu ternak warga sakit atau mati secara mendadak. Uang yang terkumpul kemudian diserahkan kepada pemilik ternak, yang kemudian membagikan daging ternak tersebut kepada masyarakat secara merata.
Namun, dalam beberapa kasus di Gunungkidul, serangan bakteri antraks yang mematikan bagi ternak telah terjadi berkali-kali. Bahkan, dalam beberapa kasus, manusia juga menjadi korban. Saat ini, kasus tersebut telah menewaskan satu orang dan 87 dari 143 orang yang menjalani tes antraks dinyatakan positif terjangkit. Terdapat juga dua orang lain yang meninggal dalam periode serangan antraks, tetapi mereka tidak diperiksa di rumah sakit sehingga pemerintah daerah tidak menganggap mereka sebagai korban.
Penyebab utama penyebaran antraks secara massal ini adalah praktik tradisi brandu. Dalam kasus ini, warga membayar sejumlah uang untuk mendapatkan paket daging sapi dengan harga Rp45 ribu, namun ternyata daging tersebut terjangkit antraks.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul telah melakukan penanganan terhadap kasus ini. Mereka telah mengubur ternak yang mati dan melakukan penyiraman formalin untuk area penyembelihan sapi oleh warga. Selain itu, sejumlah sapi dan kambing di area tersebut telah menerima upaya pencegahan dengan antibiotik.
Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, juga memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini. Beliau meminta agar pemeriksaan terhadap ternak di kawasan endemi antraks dilakukan dengan lebih ketat. Ternak yang mati, terutama karena sakit, juga harus dilarang untuk dikonsumsi. Sultan menekankan bahwa petugas di lapangan harus tegas dalam menerapkan aturan, sementara masyarakat juga diminta memiliki kesadaran akan hal ini. Sultan menegaskan bahwa alasan kurangnya pemahaman masyarakat tentang antraks tidak bisa diterima lagi.
Nanung Danar Dono, seorang dosen dari Fakultas Peternakan UGM, juga menyoroti bahaya dari praktik brandu jika terus dilakukan. Ia menegaskan bahwa praktik ini harus dihentikan dan tidak boleh dilakukan lagi, selamanya. Jika ada hewan yang mati secara mendadak, tidak boleh lagi melakukan brandu karena hal tersebut dapat menyebarkan penyakit.
Dalam menghadapi kasus ini, perlu adanya kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit antraks dan pentingnya menghindari konsumsi daging hewan yang mati secara tidak wajar. Selain itu, tindakan pemerintah daerah, petugas lapangan, dan pemilik ternak dalam menjaga kesehatan hewan ternak juga sangat penting guna mencegah penyebaran penyakit ini di masyarakat.