Warganya Dianiaya Paspampres Hingga Tewas, Ketua DPRK Bireuen: Nyawa Harus Dibayar Nyawa

Warganya Dianiaya Paspampres Hingga Tewas, Ketua DPRK Bireuen: Nyawa Harus Dibayar Nyawa

Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Kabupaten Bireuen menghadapi situasi tegang akibat insiden yang mengguncang kehidupan masyarakat. Praka Riswandi Manik, seorang anggota Paspampres, telah melakukan tindakan mengerikan dengan mengambil nyawa Imam Masykur, seorang warga Gampong Mon Keulayu di Kecamatan Gandapura. Reaksi dari DPRK tidak tergantung pada amarah semata, namun pada panggilan untuk keadilan yang berdasarkan hukum.

Pernyataan tegas ini tidak hanya berasal dari Ketua DPRK Bireuen, Rusyidi Mukhtar SSos, melainkan juga didukung oleh seluruh anggota dewan dalam lembaga legislatif Kabupaten Bireuen. Mereka bersama-sama mengajukan permohonan agar penegak hukum menangani kasus ini dengan ketegasan dan keadilan. Tidak hanya itu, mereka berpendapat bahwa hukuman yang sepadan dengan kejahatan tersebut adalah hukuman mati.

“Kehidupan harus ditebus dengan kehidupan. Tugas tentara adalah melindungi, bukan menghakimi warga secara brutal. Kita mendesak agar Praka Riswandi Manik dijatuhi hukuman mati,” kata Ketua DPRK Bireuen, Rusyidi Mukhtar SSos dalam wawancara dengan Harian Rakyat Aceh (Jawa Pos Group), dilansir pada hari Senin (28/8).

Lebih lanjut, Rusyidi Mukhtar menekankan pentingnya proses hukum yang adil dan sesuai dengan hukum di Negara Republik Indonesia. Pelaku harus dihukum dengan seberat-beratnya, dan jabatannya harus dicopot. “Tindakan biadab oleh anggota TNI ini adalah pukulan berat bagi masyarakat Bireuen. Tindakan brutal oleh anggota militer ini sangat menyakiti hati rakyat. Kita akan mengawal kasus ini hingga akhir,” tutupnya.

Rusyidi Mukhtar mengingatkan pada Pasal 340 KUHP yang menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja dan telah merencanakan sebelumnya mengambil nyawa orang lain, dapat dihukum dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara untuk jangka waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

“Kasus kekejaman yang melibatkan anggota TNI ini tidak bisa digolongkan sebagai pelanggaran Pasal 2 KUHPM, karena dalam undang-undang tersebut tidak ada perincian mengenai pembunuhan. Oleh karena itu, proses hukum harus mengacu pada KUHP, dengan hukuman mati sebagai opsi yang sesuai,” tegas Ketua DPRK Bireuen.

Kekerasan yang dilakukan oleh Praka Riswandi Manik tidak hanya merugikan keluarga Imam Masykur, tetapi juga melukai hati masyarakat Aceh secara luas. Perlakuan brutal terhadap korban telah melewati batas kemanusiaan. “Pelaku bertindak dengan kejam. Korban mengalami penyiksaan yang mengerikan, meninggalkan luka yang mendalam di hati kita semua. Hukum harus ditegakkan,” kata Rusyidi Mukhtar.

DPRK Bireuen meminta agar penegak hukum segera menetapkan Praka Riswandi Manik sebagai tersangka dan memberlakukan hukuman mati atas perbuatannya. Mereka menegaskan bahwa kasus kekejaman terhadap masyarakat Bireuen ini tidak boleh mengarah pada pembenaran bagi anggota TNI yang bertindak di luar batas.

“Sebagai masyarakat Aceh, kami telah kehilangan banyak nyawa selama masa konflik lalu, dan hari ini kita menghadapi situasi serupa. Padahal, Aceh telah mencapai kedamaian, namun masih ada individu yang melakukan tindakan keji terhadap warga Aceh. Apakah kami, sebagai masyarakat, tidak berhak mencari keselamatan di luar Aceh? Kami merasa marah terhadap anggota Paspampres yang melakukan pembunuhan ini,” pungkas Rusyidi Mukhtar.

Selain itu, DPRK Bireuen juga mengirimkan ucapan belasungkawa yang dalam kepada keluarga korban yang berasal dari Desa Mon Keulayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen. “Saya ikut merasakan duka atas peristiwa ini. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan ketabahan menghadapi cobaan ini,” tutup Rusyidi Mukhtar.

Dalam tanggapannya terhadap peristiwa tersebut, DPRK Bireuen juga telah mengirimkan surat kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dengan nomor surat: 100.3.11.1/1777 pada tanggal 28 Agustus 2023, yang menguraikan permintaan mereka untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kematian Imam Masykur. Dalam surat tersebut, mereka menyerukan penegakan hukum yang sesuai dengan aturan yang berlaku.